Tidak ada satu bagianpun dalam kisah
Captain America: The First Avenger yang belum pernah Anda saksikan
sebelumnya dalam berbagai versi cerita film-film bertemakan superhero
lainnya. Anda dapat memandang hal ini sebagai sebuah usaha untuk
mempertahankan kisah tradisional komik Captain America yang bertemakan
sikap patriotisme sang karakter utama dalam membela negaranya.
Namun, pada banyak bagian, Captain America: The First Avenger terasa
bagaikan rangkaian kisah kepahlawanan yang cheesy, begitu mudah ditebak
dan gagal dalam menghadirkan sebuah kisah petualangan yang mampu untuk
tampil menarik dan berbeda jika disandingkan dengan film-film bertema
sama yang akhir-akhir ini banyak diproduksi Hollywood.
Disutradarai oleh Joe Johston (
Jurassic Park III, 2001) dengan naskah cerita yang ditulis oleh duo Christopher Markus dan Stephen McFeely (
The Chronicles of Narnia 3 : The Voyage of the Dawn Treader,
2010) berdasarkan komik Captain America rilisan Marvel Comics karya Joe
Simon dan Jack Kirby, Captain America: The First Avenger berkisah
mengenai Steve Rogers (Chris Evans), seorang pemuda yang sangat
berhasrat untuk bergabung dengan pasukan militer Amerika Serikat dan
turut membela negara dalam melawan pasukan Nazi di Perang Dunia II di
tahun 1942.
Sayangnya, kondisi fisik Steve yang lemah membuatnya terus menerus
mengalami penolakan oleh pihak militer. Sikap Steve yang tidak gampang
menyerah, serta niat tulusnya dalam membela negara, akhirnya menuntunnya
untuk bertemu dengan Dr Abraham Erskine (Stanley Tucci).
Dr Erskine, bersama dengan pihak militer Amerika Serikat, sedang berada
dalam tahap pengembangan percobaan untuk menghasilkan prajurit
berkekuatan super melalui percobaan ilmiah di laboratorium. Melihat
sosok Steve yang tulus, Dr Erskine kemudian yakin bahwa Steve adalah
kandidat yang tepat untuk dijadikan prajurit super pertama mereka.
Benar saja, setelah melalui sebuah ‘operasi plastik ilmiah,’ fisik Steve
berubah menjadi atletis dengan kekuatan super telah menunggu untuk
digunakan di dalam tubuhnya. Steve, yang kemudian dikenal dengan sebutan
Captain America, kemudian bergabung dengan pihak militer Amerika
Serikat untuk melawan pasukan Nazi, khususnya pasukan pimpinan Johann
Schmidt (Hugo Weaving), rekan Adolf Hitler yang sama-sama berniat untuk
menguasai dunia dengan menghalalkan berbagai cara.
Pada dasarnya, Captain America: The First Avenger hanyalah sebuah kisah
dimana karakter sang protagonis berusaha untuk melawan karakter
antagonis. Sederhana, tanpa berusaha untuk memberikan berbagai kisah
tambahan yang cukup berarti lainnya namun dihadirkan dengan durasi
sepanjang 124 menit yang akan mampu membuat setiap penonton film ini
cukup merasa kelelahan hanya untuk menyaksikan sang pahlawan dan musuh
utamanya akhirnya dapat bertatap muka, bertarung dan menentukan siapa
yang akan dapat melanjutkan hidupnya di dunia – pertanyaan yang mungkin
telah lama terjawab ketika setiap penonton tahu bahwa karakter Captain
America menjadi bagian dari film
The Avengersyang dirilis di tahun 2012.
Cukup membantu ketika Joe Johnston menghadirkan kisah cerita
kepahlawanan tradisional tersebut dengan ritme penceritaan cepat yang
terjaga dengan rapi plus, tentu saja, kehadiran adegan-adegan laga
dengan tingkat visual effects berteknologi tinggi. Sayang, setelah
deretan adegaan kejar-kejaran antara karakter Captain America dengan
karakter Johann Schmidt – yang telah berubah menjadi Red Skull, penonton
kemudian disuguhkan sebuah tampilan adegan laga antara keduanya yang
harus diakui tidak setara dengan panjangnya penantian penonton yang
harus dilalui untuk mencapai adegan klimaks tersebut.
Johnston sebenarnya mampu mengeksekusi Captain America: The First
Avenger dengan baik, namun naskah cerita film ini terasa terlalu biasa
untuk mendapatkan sebuah apresiasi yang lebih. Karakterisasi setiap
tokoh yang hadir di Captain America: The First Avenger juga terasa cukup
sempit. Penonton dapat memisahkan karakter protagonis dengan karakter
antagonis dengan begitu mudah. Hitam atau putih. Ini yang membuat Chris
Evans – yang sebenarnya merupakan pilihan yang sangat tepat untuk
memerankan karakter Captain America – menjadi terlihat kurang menarik
selama penceritaan Captain America: First Avenger berjalan.
Karakternya seperti telah diprogram untuk menjadi sesosok pahlawan
dengan hati putih penuh niat tulus untuk melindungi orang-orang yang
tidak bersalah tanpa sedikitpun diberikan celah bahwa ia adalah manusia
biasa yang memiliki kekurangan. Ini masih ditambah lagi dengan kisah
romansa antara karakter Steve Rogers dengan karakter Peggy Carter (Haley
Atwell) yang tidak mampu dikembangkan dengan baik sekaligus terhalang
oleh chemistry terbatas yang tercipta antara Evans dan Atwell.
Diantara karakter-karakter yang hadir, mungkin hanya karakter Colonel
Chester Phillips yang diperankan oleh Tommy Lee Jones dan karakter
Johann Schmidt/Red Skull yang diperankan oleh Hugo Weaving yang tampak
menarik. Sebenarnya sama sekali tidak ada yang istimewa dari dua krakter
tersebut. Namun jika dibandingkn dengan karakter-karakter lain yang
terlalu datar, karakter Colonel Chester Phillips yang meledak-ledak atau
karakter Johann Schmidt/Red Skull yang licik jelas akan lebih mampu
untuk memberikan warna tersendiri bagi jalan cerita secara keseluruhan.
Sementara karakter-karakter pendukung lainnya yang sebenarnya dapat
memiliki peran signifikan di dalam jalan cerita seperti karakter Howard
Stark (Dominic Cooper), Arnim Zola (Toby Jones) atau Abraham Erskine
(Stanley Tucci) hadir tanpa diberikan kesempatan untuk memberikan arti
kehadiran karakter mereka di dalam jalan cerita film.
Jalan cerita Captain America: The First Avenger memiliki latar belakang
waktu cerita di masa Perang Dunia II. Ini merupakan satu-satunya
perbedaan (baca: keistimewaan) yang dimiliki oleh Captain America: The
First Avenger jika dibandingkan dengan film-film superhero yang diangkat
dari seri komik karya Marvel lainnya.
Selain itu, Captain America: The First Avenger tampil layaknya sebuah
film superhero biasa, yang alur kisahnya mengikuti seluruh formula dasar
dari film-film bertema sama. Kealpaan kualitas jalan cerita yang
istimewa tersebut membuat Captain America: The First Avenger bagaikan
hanya sebagai sebuah film pembuka bagi kehadiran
The Avengers
di tahun 2012 dan bukan sebagai sebuah jalur awal bagi kehadiran
franchise baru bagi superhero ini. Masih cukup dapat dinikmati, namun
sangat jauh dari kesan memiliki kharisma dan daya tarik layaknya seorang
Captain America yang seharusnya.
Sumber,